Depok, haluanpublik.com – Binton Nadapdap S.Sos., M.M. anggota DPRD Kota Depok dari Komisi A menanggapi apa yang terjadi pada informasi di media yang viral mengenai pembangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), di Jalan Palautan Reres, Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, Kota Depok.
Penolakan yang dilakukan masyarakat itu terkait rumah ibadah. Keberatan itu dinilai belum mengetahui ijin atau persetujuan dari masyarakat sekitar mereka juga menyebut lokasi tersebut telah berdiri dua rumah ibadah, sehingga dianggap tidak diperlukan lagi penambahannya.
Jadi saya jelaskan, kalau di umat Kristiani, banyak tempat, banyak gereja-geraja berdiri, karena beda.
Ada HKBP, ada yang gereja Karo, ada gereja Katolik, ada GKPI dan ada juga HKI karena denominasi gereja cukup banyak, jadi kalau alasannya sudah ada gereja dan kok ada gereja baru lagi memang karena beda alirannya, ucap Binton.
Lalu yang kedua saya dapat informasi bahwa IMB nya sebenarnya sudah ada, tentunya tahapan untuk mendapatkan IMB itu juga tidak serta merta langsung dikasih oleh kepala dinas.
Binton mengatakan, saya sempat WA Pak Wali Kota dan Wakil Wali Kota, saya menyampaikan kepada Wali Kota terkait ada penolakan gereja yang sudah ada IMB nya mohon segera ditanggapi karena saya juga banyak ditanyakan oleh tokoh-tokoh politik, tokoh agama, dan masyarakat tentunya.
Karena kebenaran saya kan dari Partai Solidaritas Indonesia, partai yang DNA-nya anti intoleransi dan anti korupsi wajar kalau masyarakat menanyakan hal itu kepada saya.
Jadi jawaban Wali Kota dari WA saya, kita sedang berupaya untuk menyelesaikannya saya bilang terima kasih banyak Wali Kota, kita tidak memberi ruang sebenarnya lagi bagi intoleransi. Karena Depok kemaren sudah lama di Cap sebagai Kota intoleransi nomor 1 di Indonesia dari setara institut.
Tapi kan berapa bulan lalu kita juga sudah tidak masuk dalam kota intoleransi. Jadi kemajemukan dan keberagaman di Kota Depok ini sebenarnya bukan tercipta dari sekarang, tapi dari dulu. Buktinya sangat banyak gereja di Kota Depok.
Keberagaman ini sebenarnya harus kita pupuk. Kalau misalnya ada penolakan kemarin itu, karena tidak adanya sosialiisasi kepada warga di sekitar situ. Tinggal dikomunikasikan aja kembali sama pendetanya ayo datang lagi turun ke tengah masyarakat. Masyarakat yang mana? Masyarakat yang belum dikomunikasikan sosialisasinya. Dilakukan aja kembali, ucap Binton.
Tapi pemerintah juga dalam hal ini kalau memang sudah ada dan ada pihak-pihak yang menolak dalam arti dalam sisi Politik apakah ini murni? Atau bisa saja ada orang yang sengaja supaya Kota Depok rame lagi nih anti toleransi, kata Binton lagi.
Mudah-mudahan dengan kejadian ini, mari kita saling menahan diri. kalau kita benar-benar ingin membangun kota Depok menjadi kota yang maju, tentunya kota ini harus bersih dari paradigma intoleransi.
Harapan saya sebagai masyarakat, anggota DPRD, sebagai ASN, abdi negara yang menjunjung nilai-nilai Pancasila, undang-undang dasar 1945 dan NKRI harga mati itu ngga boleh di tawar-tawar lagi.
Komisi A yang leading sektornya termasuk keamanan, ketertiban, perijinan, dan pemerintahan, berharap pemerintah segera turun tangan. Pemerintah eksekutif untuk menahan ini supaya nggak melebar. Karena ini pertaruhan, kalau ini ditoleransi nanti yang lain bisa jadi terjadi.
Sampai kapan kita asik membicarakan keyakinan, soal rumah ibadah, sementara orang lain bahkan udah mau ke planet udah bikin mobil listrik udah bikin mobil gas.
Ketua Partai Solidaritas Indonesia DPD Kota Depok, Binton Nadapdap, berharap Pemerintah Kota Depok sudah lakukan mediasi perdamaian mencari solusi yang betul-betul bisa tanpa menyakiti satu sama lain tanpa mencederai perasaan orang lain.
Menurut saya tidak ada kata lain, selain mediasi mencari jalan keluar, menjaga Kota Depok menjadi kota yang toleransi dan menjadi kota yang maju. Kota maju itu, dari konsep mindset penduduknya sangatlah penting, tutup Binton Nadapdap. (Deni/hp)