Depok, haluanpublik.com – Rapat Paripurna DPRD Depok dalam rangka, Penandatanganan Nota Kesepakatan Perubahan KUA dan PPAS bertempat di Gedung DPRD, Jl. Boulevard, Kota Kembang, Kec. Cilodong, Depok, Rabu (06/082025).
DPRD Kota Depok Melalui Badan Anggaran (Banggar) secara resmi menyetujui perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk APBD Tahun Anggaran 2025.
Ketua DPRD Kota Depok, H. Ade Supriyatna, ST, M.AP., menyatakan bahwa laporan hasil pembahasan Banggar telah disetujui dan diwakilkan untuk dibacakan dalam rapat tersebut.
“Perubahan KUA-PPAS ini disusun untuk menyesuaikan perkembangan pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang tidak sesuai dengan asumsi awal dalam APBD murni 2025,” ucap Ade.
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa pendapatan daerah pada perubahan APBD 2025 diproyeksikan naik sebesar Rp.226,59 miliar. Dengan demikian, total pendapatan daerah tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp.4,55 triliun.
“Kenaikan ini bersumber dari optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan transfer, serta pendapatan sah lainnya,” jelas Ade.
Sementara itu, belanja daerah juga mengalami penyesuaian menjadi sebesar Rp.4,64 triliun. Belanja operasi menjadi komponen terbesar, mencapai Rp.3,51 triliun, disusul belanja modal sebesar Rp1,08 triliun.
Menurut Ade, arah kebijakan belanja dalam perubahan APBD kali ini fokus pada efisiensi dan pengurangan kegiatan yang tidak bersifat prioritas. DPRD juga mendorong belanja daerah agar lebih berpihak pada pelaku usaha lokal.
“Kami menekankan dukungan konkret terhadap UMKM dan koperasi, salah satunya melalui pengadaan barang dan jasa yang minimal 40 persen berasal dari produk dalam negeri,” tegasnya.
Pada sisi pembiayaan, penerimaan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya disesuaikan dari semula Rp.298,89 miliar menjadi Rp.224,40 miliar, menyesuaikan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lebih lanjut, Banggar juga merekomendasikan perlunya kajian komprehensif terhadap potensi pajak dan retribusi daerah. Strategi penguatan pendapatan melalui digitalisasi pemungutan dan pengembangan ekonomi kreatif turut menjadi sorotan.
“Digitalisasi layanan pajak dan retribusi harus diperkuat. Selain itu, potensi dari sektor ekonomi kreatif juga perlu dikaitkan dengan strategi pendapatan daerah,” tambah Ade.
Perubahan ini mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya melalui penguatan UMKM, serta tetap menjaga prinsip tata kelola anggaran yang transparan dan akuntabel, harap Ade.
“Penyesuaian ini diharapkan dapat memberi dampak nyata bagi masyarakat, memperkuat sektor riil, dan mendukung tata kelola anggaran yang efektif, efisien, dan bertanggung jawab,” tutup Ade. (Deni/hp)