Depok, haluanpublik.com – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Depok, Siswanto, menilai langkah TR yang melayangkan somasi melalui kuasa hukumnya kepada Badan Kehormatan Dewan (BKD) sebagai tindakan yang keliru dan mencederai marwah partai.
Siswanto menegaskan, kuasa hukum TR diduga tidak memahami mekanisme internal partai. Menurutnya, keputusan Fraksi PKB untuk menonaktifkan TR dari seluruh alat kelengkapan dewan bukanlah hasil keputusan BKD semata, melainkan penilaian langsung dari partai terhadap kinerja anggotanya.
“Kuasa hukum itu sepertinya tidak tahu mekanisme partai. Keputusan menonaktifkan Bu TR dari alat kelengkapan dewan bukan berdasar vonis BKD, tapi hasil evaluasi partai terhadap kinerja dan etika anggota fraksi,” ujar Siswanto di Kantor DPC PKB, Depok, Rabu (29/10/2025).
Ia menjelaskan, keputusan BKD yang menyatakan adanya pelanggaran etik oleh TR hanya menjadi pemicu bagi partai untuk menindaklanjuti dengan sanksi. PKB, kata dia, memiliki wewenang penuh untuk memberikan reward maupun punishment kepada anggotanya tanpa harus menunggu rekomendasi dari BKD.
“Partai punya mekanisme sendiri. Bahkan tanpa rekomendasi BKD pun, partai berhak memberikan sanksi, termasuk penonaktifan atau pergantian antarwaktu (PAW),” tegasnya.
Siswanto menilai, sanksi yang dijatuhkan kepada TR tergolong ringan karena hanya berupa penonaktifan sementara dari alat kelengkapan dewan. Padahal, menurutnya, partai bisa saja mengambil langkah lebih tegas sebagaimana yang pernah dilakukan terhadap anggota DPRD di daerah lain yang melakukan pelanggaran etik berat.
Lebih lanjut, Siswanto menyayangkan langkah TR yang tidak menyampaikan langsung klarifikasi atau keberatannya kepada partai, tetapi justru melalui pihak eksternal yang mengaku sebagai kuasa hukum tanpa adanya surat resmi.
“Kami tidak pernah menerima surat kuasa dari Bu TR. Orang yang mengaku sebagai lawyernya datang begitu saja, padahal urusan ini bersifat internal partai. Tidak semestinya dibawa ke ranah hukum eksternal,” jelasnya.
Menurut Siswanto, seharusnya TR memahami bahwa urusan politik dan kepartaian tidak diselesaikan dengan jalur hukum formal, melainkan melalui mekanisme komunikasi politik. Ia menilai tindakan tersebut justru memperkeruh suasana dan menimbulkan kesalahpahaman publik terhadap PKB.
“Saya pribadi tersinggung karena tindakan itu melawan mekanisme partai. Ini jadi catatan penting bagi kami di fraksi. Publik bisa salah persepsi dan mengira PKB tidak solid,” ungkapnya.
Siswanto juga menekankan bahwa partai memiliki kewenangan penuh dalam memberikan sanksi atau penghargaan kepada anggota fraksinya berdasarkan penilaian loyalitas dan kinerja, bukan semata-mata berdasarkan keputusan lembaga lain.
“Partai punya ruang tersendiri untuk menilai anggotanya. Kalau bekerja baik, loyal, dan mengikuti garis partai, maka akan diberi penghargaan. Namun jika melanggar etika dan merugikan partai, sanksi pasti diberikan, terlepas dari vonis BKD,” tandasnya.
Terakhir, Siswanto berharap masalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh anggota fraksi agar selalu menjaga integritas, menaati mekanisme organisasi, dan berkomitmen untuk bekerja demi kepentingan masyarakat.
“PKB selalu mengingatkan agar setiap anggota dewannya berprinsip pada kemaslahatan rakyat. Itu yang seharusnya dijaga,” tutupnya. (Deni/Tim)












