Jakarta, haluanpublik.com – Pada hari Selasa 4 Juli 2023, di Federation Square, Melbourne, Australia, Prof. H. Denny Indrayana seorang aktivis oposisi rezim Jokowi melakukan aksi damai dengan membawa bentangan spanduk yang berukuran 3×10 meter. Spanduk dengan tulisan “Jokowi Don’t Cawe-Cawe Stop Dynasty,” dibentangkan untuk “menyambut” kunjungan Presiden Jokowi di Australia. “Aksi damai dilakukan, karena sejak tanggal 3 hingga 5 Juli, Jokowi melakukan kunjungan kenegaraan di Sydney, Australia,” cuit Prof. H. Denny Indrayana beberapa waktu yg lalu di akun twitter-nya.
Kenapa perlu dilakukan protes ini, kata Denny, karena beberapa waktu sebelumnya, Jokowi menyatakan akan cawe-cawe (ikut campur-red) dalam proses pemilihan Presiden di pemilu 2024 yg akan datang.
“cawe-cawe Presiden Jokowi itu melanggar demokrasi dan prinsip dasar konstitusi kita, untuk menegakan Pemilu yang jujur dan adil. Cawe-cawe Jokowi bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana klaim yang disampaikan beliau,” imbuh pria yg pernah menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini.
Justru, menurut Denny, cawe-cawenya Presiden Jokowi itu adalah untuk kepentingan pribadi, politik, serta bisnis keluarganya.
“Sedangkan cawe-cawe yang harusnya dikerjakan Presiden, justru tidak dilakukan. Apa itu? misalnya, mempercepat pembahasan dan penerbitan RUU Perampasan Aset,” ujar Denny yg juga pernah menjabat Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN.
Lebih jauh dalam cuitannya ini, menurut Denny, dengan kekuatannya di Parlemen, Presiden seharusnya bisa membahas RUU Perampasan Aset secara cepat dan kilat, sebagaimana telah dilakukan untuk percepatan perubahan UU KPK yang justeru melumpuhkan KPK, percepatan pembahasan UU IKN, percepatan pembahasan perubahan UU Minerba.
Bahkan, lanjutnya, untuk UU Cipta Kerja, Presiden menerbitkan Perppu. Jadi, untuk RUU Perampasan Aset, seharusnya Presiden bisa melakukan percepatan untuk penerbitan UU Perampasan Aset.
“Cawe-cawe juga bisa dilakukan oleh Presiden untuk menghentikan bisnis anak-anaknya yang sifatnya koruptif, karena tidak lain adalah trading in influence atau paling tidak suap dari para oligarki yang diberikan bukan sebagai modal, tetapi sebagai uang suap untuk anak-anak Jokowi,”ujarnya lugas.
Agak melebar, ia juga mengungkapkan bahwasannya cawe-cawe juga bisa dilakukan untuk menghentikan Moeldokogate. “Presiden harus bertanggung jawab dengan pembegalan dan pencopetan Partai Demokrat yang dilakukan oleh KSP-nya, yang tidak lain adalah pelanggaran hak asasi manusia untuk berserikat, berkumpul, dan berorganisasi. Karena itu adalah cawe-cawe yang seharusnya dilakukan oleh Presiden Jokowi,” ucapnya lagi.
Tetapi, semua cawe-cawe itu tidak dilakukan, justru cawe-cawe yang merusak demokrasi dan konstitusi (negative intervention) yang sekarang dikerjakan. “Hentikan cawe-cawe itu, dan Stop Dynasty! “Jokowi Don’t Cawe-Cawe! Stop Dynasty!”, Lantang pria kelahiran 1972 ini.
(Editor : Asliatama Ahmad)